Selasa, 25 Agustus 2009

Memperbarui komitmen bertauhid

“Sesungguhnya Ibrahim adalah seorang imam yang dapat dijadikan teladan lagi patuh kepada Allah dan hanif. Dan sekali-kali bukanlah dia termasuk orang-orang yang mempersekutukan (Tuhan)” (QS.16:120)

Tauladan bertauhid yang tak terbantahkan tergambar jelas di dalam ibrah Nabi Ibrahim, bapak dari Nabi-nabi. Dari kisah ini aku memperbarui komitmenku yang pernah terucap dulu, ketika semua ruh dikumpulkan dan Allah menuntutku bersaksi bahwa tiada Illah kecuali Dia.

”Dan (ingatlah), ketika Tuhanmu mengeluarkan keturunan anak-anak Adam dari sulbi mereka dan Allah mengambil kesaksian terhadap jiwa mereka (seraya berfirman): "Bukankah Aku ini Tuhanmu?" Mereka menjawab: "Betul (Engkau Tuhan kami), kami menjadi saksi." (Kami lakukan yang demikian itu) agar di hari kiamat kamu tidak mengatakan: "Sesungguhnya kami (bani Adam) adalah orang-orang yang lengah terhadap ini (keesaan Tuhan)" (QS.7:172)

Bagi seorang ibu, kesaksian ini menjadi kian nyata dan jelas. Ini berarti tidak menempatkan anak yang engkau rawat dari bayi sebagai tuhanmu. Sebagai seorang istri yang mengabdi kepada suami, ini berarti tidak menjadikan suamimu sebagai tuhanmu. Komitmen bertauhid baruku adalah masalah positioning Tuhanku di hatiku. Benar kata seorang teman dalam sebuah email.

Komitmen tauhidku adalah berani berkata bahwa anak dan suamiku yang aku sayang hanya sampai di sisiku, bukan di hatiku. Karena aku akan memenuhi hatiku dengan Dia.

Katakanlah,"Jika bapak-bapakmu, anak-anakmu, saudara-saudaramu, istri-istrimu, keluargamu, harta kekayaanmu, yang kamu usahakan, perdagangan yang kamu khawatirkan kerugiannya, dan rumah-rumah tempat tinggal yang kamu sukai, lebih kamu cintai dari pada Allah dan rasulNya, maka tunggulah sampai Allah memberikan keputusanNya. Dan Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang fasik." (QS.9:24)

Ketika memikirkan pergeseran kedudukan anak dan suami di hati, aku menangis kesakitan. Tangisan ini sangat berarti untukku. Dengan tangisan ini aku menemukan bahwa selama ini aku telah menempatkan mereka dengan porsi yang berlebih-lebihan hingga membuatku menjadi lalai. Karena aku berpegang pada buhul tali bernama ”suami”, maka tak jarang banyak kekecewaan dan guncangan-guncangan terjadi.

”Dan barangsiapa yang menyerahkan dirinya kepada Allah, sedang dia orang yang berbuat kebaikan, maka sesungguhnya ia telah berpegang kepada buhul tali yang kokoh. Dan hanya kepada Allah-lah kesudahan segala urusan.” (QS.31:22)

Ketika datang kepada nabi Ibrahim A.S. perintah untuk menyembelih anaknya yang dinanti-nantikan selama berbelas tahun, maka, cobaan mana yang lebih berat dari ini? Iman mana yang lebih tebal dari ini?


”Maka tatkala anak itu sampai (pada umur sanggup) berusaha bersama-sama Ibrahim, Ibrahim berkata: "Hai anakku sesungguhnya aku melihat dalam mimpi bahwa aku menyembelihmu. Maka fikirkanlah apa pendapatmu!" Ia menjawab: "Hai bapakku, kerjakanlah apa yang diperintahkan kepadamu; insya Allah kamu akan mendapatiku termasuk orang-orang yang sabar." (Q.S. Ibrahim:102)

”Sesungguhnya ini benar-benar suatu ujian yang nyata.” (Q.S Ibrahim:106)

Perintah Allah untuk memotong anakmu sendiri memang tidak akan datang lagi, namun kisah agung ini merefleksikan sebuah hal yang nyata. Mentafakuri contoh ekstrim dari nabi Ibrahim, maka nyatalah bagiku untuk menempatkan Allah di atas segala-galanya. Meminta maaf kepada keluargaku tersayang untuk menjadikan mereka sekedar perhiasan di dunia yang tentu saja dengan segenap hati tetap ku sebut dalam doa-doaku.

”Kami abadikan untuk Ibrahim itu (pujian yang baik) di kalangan orang-orang yang datang kemudian.” (Q.S Ibrahim:109)

0 comments:

 

Simply Dini Copyright © 2011 Designed by Ipietoon Blogger Template and web hosting