Jumat, 16 Desember 2011

Kebakaran BP

Sekedar ingin berempati saja malam ini, menautkan hatiku kepada para pengungsi yang berhimpit-himpitan tidur di tenda-tenda darurat di tanah-tanah lapang yang tersisa. Berteman dengan rumah-rumah yang berbaik hati menjadikan terasnya sebagai posko-posko darurat. Sungguh berada di dekat posko dalam situasi seperti itu pastilah sangat menenangkan hati.

Tak ada satu jiwapun yang menyangka bahwa mereka akan jadi penghuni tenda darurat malam ini dan malam-malam berikutnya. Api telah membumihanguskan ketenangan hidup sekitar 400 Kepala Keluarga, menggantikan dinding-dinding rumah yang tadinya hangat dan rapat, menjadi tenda berdinding udara terbuka dan alas tidur ala kadarnya.
Kasihan aku melihat mereka dari mobil inova kami yang nyaman,melintas dan merasa bersalah. Bantuan yang kami drop seakan tidak mampu menghilangkan rasa gundah di dalam hati. Seperti tidak akan pernah cukup meringankan beban penderitaan.

Pikiranku melayang menjadikanku salah satu dari para pengungsi. Iqbal pastilah tidur di atas kain-kain sisa yang sempat kubawa ketika api mulai melalap rumah kami. Kamal aku selimuti agar nyamuk tak berpesta pora melumat darahnya. Aku risih tidur bersama puluhan orang-orang yang tak ku kenal ini,tak bisa kupanjangkan kakiku, jadi kutekuk saja. Meringkuk mungkin lebih nyaman. Aku tutupi mukaku dan mulai mencoba tidur, meski yakin akan sulit. Mimpi apa semalam hingga harus mengalami ini. Tidur kedinginan dengan air mata yang mungkin mulai menetes. Mungkin aku akan tatap wajah anak-anakku yang telah terlelap karena kelelahan. Lelah dengan hingar bingar dan kepanikan ketika empat jam api membakar segalanya. Bau kayu terbakar menemani malam ini, hangus tak berdaya padahal pernah gagah berdiri menaungi. Empat jam yang sungguh mengharukan,emosional. Menatap rumah-rumah yang terbakar tak berdaya. Bukan main, tak kurang dari 400 KK kehilangan tempat berlindung. Satu sekolah juga tumbang, ratusan murid terlantar.

Di dalam mobil menuju rumah, aku hanyut dalam sedihnya pikiranku dan yakin bahwa kesedihan mereka lebih dalam lagi.

Tolong bersabar ya teman-temanku. Saudara-saudaraku. Semoga Alloh luaskan hatimu seluas-luasnya. Selapang-lapangnya.

Semoga apapun bantuan yang kami ulurkan mampu memenuhi kebutuhan mu untuk beberapa hari ke depan. Kami berusaha menemanimu dengan bantuan dan doa.

Senin, 05 Desember 2011

Kamal dan lomba Adzan

O jadi begini ya rasanya bangga. Rasa ini datang kepadaku di hari Jumat 25 November 2011. Ketika peserta nomor urut 90 dipanggil, dan aku beringsut-ingsut maju ke barisan terdepan bergabung dengan para ibu yang juga menyemangati buah hatinya. Suasana di mesjid Istiqomah siang itu lumayan panas. 2 orang guru menemaniku menyemangati mu.

Iya anakku, hari itu sekolah mempercayakanmu untuk ikut lomba adzan se-tk Balikpapan di mesjid istiqomah. Dirimu satu-satunya yang terpilih mewakili sekolah. Sampai di sini saja ibu sudah senang nak, bukan kepalang. Bahkan ketika mendengar bahwa kau dipilih “hanya” karena kau siswa yang berani, dan bukan siswa yang bisa adzan. Kata mereka nak, satu kelas mu itu tidak ada yang bisa adzan,kalau disuruh adzan maka mereka pasti spontan iqomat:D

Tak apa nak, apapun alasannya, ibu cukup bersyukur dirimu pernah mengecap kesempatan ini. Maka 5 atau 6 hari sebelum lomba diadakan, guru berpesan agar kami lebih sering menyuruhmu adzan di rumah. Dirimu juga mendapatkan short training di sekolah. Maka sejak saat itu, suara mu yang lantang beradzan sering terdengar menghiasi rumah kontrakan kita. Ibu senang sekali.

Mendekati hari H, kegugupanmu mulai tampak. Di rumah, dan di sekolah. Bahkan dari guru di sekolah ibu dengar, engkau sempat hampir menangis ketika didaulat untuk adzan di depan teman-temanmu. Alasanmu ketika ibu tanya sangat sederhana. Alasan yang sangat jujur dan manusiawi nak. “Malu bangettt, Buuuu”

Namun dari gurumu, ibu dapati yang sesungguhnya membuatmu menangis. Mereka menetawakanmu, bahkan sebelum dirimu membuka mulut. Oh,, kasihan nak. Pastilah sangat down. Karena ibu tahu engkau sesungguhnya berani. Namun tawa yang tak pada tempatnya membuatmu kaget dan malu.

Hari H tiba, gugupmu sampai di ubun-ubun. Ibu kira ibu sangat mengenalmu nak, ternyata tidak juga.
Hari itu ibu baru tahu ternyata jagoan ibu bisa gugup, bisa demam panggung. Tak seperti biasanya, kau tempelkan badanmu di sisi ibu, tak mau bergabung dengan peserta lain. So not you, Kamal :D
Hari itu ibu melihat sisi lain dirimu :D

Ibu yakinkan lagi kepadamu bahwa kalah menang sungguh tidak mengapa. Ibu tetap bangga, Kamal sejauh ini berada di sini, mengalahkan rasa malu, gugup, dan takut. Ibu bangga karena Kamal terpilih untuk menggemakan lafaz Adzan di usia semuda ini, di hadapan orang tua-orang tua ini. Ibu yakinkan, mungkin keberanian Kamal akan menginspirasi anak-anak lain untuk berani mencoba. Dan dengan agak berlebihan, ibu katakan, mungkin ada yang belum tahu bagaimana lafaz adzan itu, dan Kamal di depan akan memberi tahu mereka bagaimana sesungguhnya kalimat adzan itu :D

Maka ketika giliranmu dipanggil, masih dengan kegugupan yang coba dimanage, kau pun maju, mengucap salam, meletakkan tangan kananmu di telinga. Dengan lantang dan tanpa kesalahan kau lakukan tugasmu dengan baik..

Good job, Kamal! :D :D

Guru

"Jika hari ini seorang perdana menteri berkuasa,
Jika hari ini seorang raja menaiki tahta,
Jika hari ini seorang presiden sebuah negara,
Jika hari ini seorang ulama yang mulia,
Jika hari ini seorang peguam menang bicara,
Jika hari ini seorang penulis terkemuka,
Jika hari ini siapa saja menjadi dewasa,
Sejarahnya dimulakan oleh seorang guru biasa,
Dengan lembut sabarnya mengajar tulis baca"
-Usman Awang 1979-"

Peradaban terbentang, tumbuh dan mati silih berganti, namun guru, mengambil peran yang selalu sama dan jelas.

Signifikan.

Di awal membantu kita mengenal angka dan tulisan.

Mengenalkan hikmah, norma, tata nilai.

Guru.

Selain orang tua, mereka mengambil porsi terbesar dalam bentangan sejarah perjalanan hidup ini.

Di tiap-tiap fase, melekat di riwayat hidup kita, jasa seorang guru.

Tak terhingga dan sungguh tak terbalaskan.

Ingat-ingatlah guru-guru, dosen, ustadz, ustadzah, dan semua pengajar yang membuat kita menemukan kedewasaan.

Menjadikan kita seperti sekarang.

Sebutlah mereka dalam doa-doa..

*Lagi kangen murobbiah yang sudah hijrah ke Samarinfa dan sedang hamil tua
 

Simply Dini Copyright © 2011 Designed by Ipietoon Blogger Template and web hosting