Minggu, 28 Juni 2009

Nasib Laptopku

Aku adalah sebuah laptop. Pasrah dipangku seorang yang eksploitatif. Semena-mena menatap layarku, brutal menekan keypadku. Menumpahkan tulisan-tulisan tak bermutu yang sebau muntahan asam lambung orang sakit. Ia kira ia berbakat. Panggil seseorang berteriak di depan mukanya please.

Tapi aku cuma sebuah laptop. Bukan pemegang kendali. Aku pasrah dengan bokong yang kian panas. Namun pemegang kendali belum puas. Aku pasrah ditelan ide-ide semrawut yang tumpah ruah di atas kertas putih virtual. Panggil seseorang akhiri saja penderitaanku. Mungkin dengan mematikan arus listriknya? Please?

Puisi tentang buruh angkat Pasar Baru langgananku

Bertelanjang kaki menawarkan sekelumit tenaga ala kadarnya kami berjalan. Menyeruak ke dalam pasar mencari sosok-sosok bersahabat. Yang tak kan mengumpat bila kami datangi, tak kan mendengus menampar harga diri. Kaki kami menapak bersahabat dengan tanah pasar yang lusuh. Jari-jari berubah warna tak mampu kami selimuti bahkan dengan sandal paling murah sekalipun.

Kami mengulur tangan pada plastik-plastik berisi ikan, sayuran, tempe, tahu. Menawarkan energi masa kecil kami untuk mengangkat. Kami mulia. Kami bukan peminta-minta. Kami buruh angkut pasar yang terhormat. Kami mulia, semulia angan-angan sekolah yang makin jauh tertiup angin.

Sabtu, 27 Juni 2009

28 between wishes and challenge

Bangun tidur dalam keadaan in a very sensitive thought and mind. Merasa sudah sangat tua dan renta. Sudah berani berjalan di muka bumi selama 28 tahun tapi belum menyumbang apa-apa untuk bumi. Sudah dibentuk sang pencipta menjadi seorang istri dan ibu, tapi belum bisa berfungsi maksimal. Sudah dititipi seorang anak yang lucu dan sehat tapi masih sering menyakiti hatinya. Sudah dipasangkan dengan seorang pria yang sabar tapi masih sering menuntut banyak. Sudah dianugrahi Islam sebagai agama, namun belum menyelam ke dalamnya dengan kaffah.

Hmmm duapuluhdelapan sekilas menjadi beban dan tantangan, namun pantas disyukuri. Hari ini masih diberi nafas. Untuk meneruskan hobi menulis dan membaca sebanyak-banyaknya buku ! Masih diberi kesempatan untuk bertemu orang-orang sholeh dan menjangkau sedalam-dalamnya ilmu. Masih diberi kesempatan menabung amal, beribadah dengan -mendekati sempurna. Diberi kesempatan untuk mencium tangan orang tua sepuas-puasnya. Memeluk seerat-eratnya keluarga kecilku. Menanamkan sebanyak-banyaknya ilmu ke buah hati. Menjemput hidayah bersama pasangan hidup. Semoga barokah di sisa usiaku. Semoga manfaat di sisa hidupku. Semoga petunjuk dan hidayah Allah selalu menyertai aku. Aminn ya Robb.

Selasa, 16 Juni 2009

Materi Insersi 2 Abah Ihsan Baihaqi

Kita, Bukan Malaikat



Ayah, Ibu…..

Ketahuilah, menjadi orangtua terbaik untuk anak-anak kita

bukanlah berarti kita diharapkan menjadi orangtua 'malaikat'

yang tak boleh kecewa, sedih, capek, pusing menghadapi anak.

Perasaan-perasaan negatif pada anak itu wajar,

bagaimana menyalurkannya hingga tak sampai menyakiti anak

itu yang menjadi fokus perhatian.



Artinya, ayah ibu,

sebenarnya kita masih tetap boleh sedih, kecewa pada anak,

tetapi kita sama sekali tak berhak untuk melukai

dan menyakiti anak-anak kita.

Ketahuilah, melotot, mengancam, membentak

dapat membuat hati anak terluka.

Apalagi, mencubit dan memukul tubuhnya.

Tubuhnya bias kesakitan,

tapi yang lebih sakit sebenarnya apa yang ada dalam tubuhnya.



Ayah, Ibu…..

Karena kita bukan orangtua malaikat,

maka yakinlah anak kita pun bukan anak malaikat

yang langsung terampil berbuat kebaikan.

Mereka tengah belajar ayah,

mereka masih berproses Ibu.

Seperti belajar bersepeda,

kadang mereka terjatuh,

kadang mereka mengerang kesakitan ketika terjatuh.



Demikian juga dengan perilaku anak-anak kita,

mereka bereksplorasi,

mereka berproses,

mereka mengayuh kehidupan

untuk meraih kebaikan

dan menjadi manusa yang berperilaku baik.



Ketika mereka terjatuh saat belajar berperilaku,

sebagian kita lalu memvonisnya sebagai anak nakal,

padahal sebenarnya mereka belum terampil berbuat kebaikan.



Jika Ayah Ibu membimbing kebelumterampilan perbuatan baik anak

dengan cara yang baik.

Insya Allah kebelumterampilan berbuat baik mereka

akan terus tergerus dari kehidupan mereka.



Tetapi Ayah, Ibu,

jika kita menghadapi ketidakterampilan ini

dengan tekanan, ancaman, bentakan, cubitan, pelototan,

mereka akan semakin terpuruk ke arah keburukan.



Ayah Ibu….

Yakinlah, ketika seorang anak emosinya kepanasan:

nangis, marah yang terekspresikan dalam bentuk

yang mungkin dapat membuat orangtua jengkel,

siramlah ia dengan kesejukan.

Menyiram kayu yang terbakar dengan minyak panas

hanya membuat ia makin terbakar.



Ayah, Ibu…..

Yakinilah, sifat-sifat negatif anak

hanyalah bagian 'eksplorasi' untuk mencari cahaya kehidupan.

jika kita memahaminya sebagai sebuah bagian proses kehidupan,

insya Allah anak-anak kita akan akan menebar cahaya untuk kehidupan.



Karena itu ayah, ibu…,

jika kadang amarah dengan kejahilian memperlakukan anak

mampir lagi dalam hidup kita,

kamus yang benar adalah 'inila uji ketulusan'

bukan kegagalan,

terus belajar tentang kehidupan,

bukan tak berhasil dalam kehidupan.

Belajar, memburu ilmu,

adalah ikhtiar yang kita tuju,

karena sebagian kita ketika menikah

tidak disiapkan jadi orangtua.



Jadi, ayah ibu,

mari kita terus belajar,

meskipun telah jadi orangtua: belajar….jadi orangtua.

Andaikan keluarga kita kuat,

insya Allah anak-anak kita memiliki ketahanan mental

terhadap lingkungan yang gawat.



Ihsan Baihaqi Ibnu Bukhari

Master Trainer Sekolah Orangtua PSPA

inspirasipspa@ yahoo.com

Materi Insersi 1 dari abah Ihsan Baihaqi

Fitrah



Ayah, Ibu…



Setiap anak yang diturunkan ke dunia

lahir dalam keadaan fitrah bukan?



“Kullu mauluudin yuladu alal fitrah.

Faawabahu.”

Setiap anak lahir dengan fitrah,

bergantung orangtuanya bagaimana ia dibentuk.



Karena anak lahir dengan fitrah,

bukankah berarti tak satupun anak ketika lahir

berniat menghancurkan masa depannya?



Tak ada satupun bayi ketika lahir berniat di kepalanya

“Ah jika besar nanti aku mau kena narkoba” ;

“Ah jika besar nanti aku akan hobi tawuran atau kebut-kebutan”.

Atau pernahkah ia berkata

“jika besar nanti aku akan mencuri uang orangtua.”

“Ah jika besar nanti aku mau membangkang pada ayah dan ibu”.

Adakah anak yang berniat begitu Ayah?

Bukankah berarti setiap anak yang diturunkan Allah ke dunia

Justru pada awalnya cenderung pada kebaikan?



Tetapi, mengapa, sebagian anak-anak ini

Yang lahir cantik, rupawan, lucu dan menggemaskan

Setelah ia beranjak remaja dan dewasa

Justru menjadi beban keluarga

dan menjadi masalah untuk lingkungannya?

Ada apa ini…….



Ayah, Ibu….

Karena anak lahir dengan fitrah

Sebagian masalah anak, justru orangtualah penyebabnya.

Periksalah ternyata sebagian anak justru dijatuhkan harga dirinya

di rumah, bukan di luar rumah



Sebagian kita mungkin pernah memukul tubuhnya,

seolah tubuh anak adalah barang pelampiasan amarah kita

sebagian kita mungkin pernah menampar pipinya,

seolah ia tempat empuk bagi telapak tangan kita

sebagian kita mungkin pernah membentaknya

sambil berteriak dalam hati: akulah yang bekuasa atas dirimu!



Atau mungkin… kita tak pernah melakukan semua itu?

Tapi tahukah ayah ibu,

Sebagian anak memang tak pernah dipukul

Tak pernah dicubit, tak pernah dibentak,

Tapi jarang sekali anak yang lolos untuk tidak disalahkan orangtua

Mulai dari buka mata di pagi hari

Sampai kembali menutup mata di sore hari



Ayah, Ibu….

Karena sebagian anak jatuh harga dirinya di rumah

Tanpa kita sadari, ada sebagian anak yang tak betah

Berada di samping orangtua

Panas hatinya

jika mendengar ‘ceramah-ceramah’ orangtuanya

dan overdosis nasihat yang ia terima

lalu kapan kita mendengarkan anak, ayah, ibu?



Ketika seorang kakak hendak mengambil mainan miliknya

Yang diambil adiknya,

Kita… dengan kekuatan kehakiman yang kita miliki

Dengan gagah berkata: kakak…. Ngalah dong sama adik!



Lihatlah pertunjukkan ini ayah…

Lihatlah ketidakadilan ternyata di mulai dari rumah

Lihatlah… kebenaran ternyata ditentukan oleh faktor usia

Lalu kita berdalil “adik nya kan masih kecil…”

Dalam hati si kakak berkata

“sampai kapan adik akan dibela?”

“Kapankah aku meminta lebih dulu dilahirkan ke dunia?”

“sungguh tak enak jadi seorang kakak”



Karena ketidakadilan di mulai dari rumah

Di tempat lain, sebagian adik pun berkata hal yang sama

“sungguh aku pun tak suka jadi seorang adik”

“Ketika ayah dan ibu tak ada aku sering dikerjai kakak semuanya”

Ayah ibu

Karena sebagian anak dijatuhkan harga dirinya di rumah

Sebagian anak akhirnya tak betah berada di rumah

Rumah baginya hanyalah tempat tidur sementara

Ia lalu mencari harga diri, berkelana mencari surga

Mencari orang-orang yang akan menghargai dirinya



Wahh… ternyata teman-teman ganknya bisa menghargainya

Lalu dalam hati ia berkata

Hm… ternyata aku dihargai jika aku pamer perkasa

aku ternyata perkasa jika menghisap ganja

aku gembira jika bisa menyusahkan siapa saja…..



Apakah itu yang ingin kita inginkan ayah, ibu?

Jika tidak, hormatilah jiwa anak-anak kita

Bukan sekadar uang, jajanan, mainan dan sekolah mahal semata

Itu semua penting

Tapi perkataan dan perlakuan penuh cinta dari Anda

Adalah warisan terindah untuk masa depan mereka



Ihsan Baihaqi Ibnu Bukhari

Master Trainer Sekolah Orangtua PSPA

inspirasipspa@ yahoo.com

Sabtu, 13 Juni 2009

Blogku yang sederhana

Blog ini seperti sebuah rumah. Kalo ditinggali, suasana akan jadi hidup dan biasanya tikus akan jarang beredar. Tapi kalo jarang ditengok, dia akan berdebu dan banyak hantunya. Sesekali aku mampir dan menuliskan sesuatu yang nggak penting dan nggak mutu, just to keep it alive. Today i drop by to say hi to my lil house. Hi, how do u do, sorry for not stopping by for such a long time. Do not mean to do that. It's just sometimes my brain doesn't work as it supposed to be.

Spontaneously written

Bulan Juni tahun ini umurku akan menjadi duapuluh delapan tahun. Aku merasa sangat tak berdaya. Terutama karena aku merasa tidak maksimal menjalankan peranku sebagai seorang manusia yang berjalan di bumi. Dalam jangka waktu duapuluh delapan tahun, apa yang sudah aku perbuat untuk society. Tidak ada. Seharusnya aku bisa lebih bermanfaat dengan waktuku yang sangat longgar. Seharusnya aku bisa. Tapi kemalasan, kekurang kuatan niat, keterperangkapan diriku dalam hijab pikiran membuatku tidak mau bangkit dan bergerak. Padahal muslim yang paling baik adalah muslim yang paling banyak manfaatnya untuk umat. Dan muslim yang baik harus dinamis dan tidak statis. Muslim yang baik adalah muslim yang menghasilkan. Allah senang mereka yang meletakkan tangannya di atas, bukan di bawah.

Aku terlalu terbuai dalam zona kemapanan. Dengan tidak bergerak pun aku sudah dikelilingi kenikmatan dan kemudahan. Jadi buat apa mencari. Ilmuku terkurung. Tak berkembang. Otak kanan dan otak kiriku serasa lumpuh. Kurang dioptimalkan. Aku merasa sangat stagnan, sangat jalan di tempat. Yang aku butuhkan adalah pencerahan. Dan pencerahan pun harus dijemput. Dia tidak datang sendiri. Rabb ku. Zat yang Maha Sempurna. Maha memberi petunjuk. Aku sedang memperbaiki diri sedikit demi sedikit. Mencuri perhatianMu dengan hal-hal yang Kau suka. Dengan itu aku mengharap hidayah dan petunjuk. Apa yang harus kulakukan di umurku yang sudah renta ini..Apakah menurutMu aku sudah cukup bermanfaat untuk suamiku, untuk anakku, untuk keluargaku dan untuk lingkungan. Apakah aku sudah bermanfaat untuk masyarakat? Apa yang sudah aku beri?

Where have I been

Kemana perginya ide-ide yang biasanya berloncatan di otakku seperti butiran jagung yang meledak-ledak masak kemudian menjadi popcorn? Kemana perginya keinginan menulisku yang langsung membuncah ingin keluar ketika melihat kertas putih yang kosong. Kemana larinya kalimat-kalimat itu yang berbaris rapi menunggu dengan tak sabar ingin muntah dari otakku. Oh, bagaimana ini. Otakku jadi berubah. Sel-sel di dalamnya tidak lagi cenderung untuk menulis. Aku takuuuuuuttt…
 

Simply Dini Copyright © 2011 Designed by Ipietoon Blogger Template and web hosting