Jumat, 16 Desember 2011

Kebakaran BP

Sekedar ingin berempati saja malam ini, menautkan hatiku kepada para pengungsi yang berhimpit-himpitan tidur di tenda-tenda darurat di tanah-tanah lapang yang tersisa. Berteman dengan rumah-rumah yang berbaik hati menjadikan terasnya sebagai posko-posko darurat. Sungguh berada di dekat posko dalam situasi seperti itu pastilah sangat menenangkan hati.

Tak ada satu jiwapun yang menyangka bahwa mereka akan jadi penghuni tenda darurat malam ini dan malam-malam berikutnya. Api telah membumihanguskan ketenangan hidup sekitar 400 Kepala Keluarga, menggantikan dinding-dinding rumah yang tadinya hangat dan rapat, menjadi tenda berdinding udara terbuka dan alas tidur ala kadarnya.
Kasihan aku melihat mereka dari mobil inova kami yang nyaman,melintas dan merasa bersalah. Bantuan yang kami drop seakan tidak mampu menghilangkan rasa gundah di dalam hati. Seperti tidak akan pernah cukup meringankan beban penderitaan.

Pikiranku melayang menjadikanku salah satu dari para pengungsi. Iqbal pastilah tidur di atas kain-kain sisa yang sempat kubawa ketika api mulai melalap rumah kami. Kamal aku selimuti agar nyamuk tak berpesta pora melumat darahnya. Aku risih tidur bersama puluhan orang-orang yang tak ku kenal ini,tak bisa kupanjangkan kakiku, jadi kutekuk saja. Meringkuk mungkin lebih nyaman. Aku tutupi mukaku dan mulai mencoba tidur, meski yakin akan sulit. Mimpi apa semalam hingga harus mengalami ini. Tidur kedinginan dengan air mata yang mungkin mulai menetes. Mungkin aku akan tatap wajah anak-anakku yang telah terlelap karena kelelahan. Lelah dengan hingar bingar dan kepanikan ketika empat jam api membakar segalanya. Bau kayu terbakar menemani malam ini, hangus tak berdaya padahal pernah gagah berdiri menaungi. Empat jam yang sungguh mengharukan,emosional. Menatap rumah-rumah yang terbakar tak berdaya. Bukan main, tak kurang dari 400 KK kehilangan tempat berlindung. Satu sekolah juga tumbang, ratusan murid terlantar.

Di dalam mobil menuju rumah, aku hanyut dalam sedihnya pikiranku dan yakin bahwa kesedihan mereka lebih dalam lagi.

Tolong bersabar ya teman-temanku. Saudara-saudaraku. Semoga Alloh luaskan hatimu seluas-luasnya. Selapang-lapangnya.

Semoga apapun bantuan yang kami ulurkan mampu memenuhi kebutuhan mu untuk beberapa hari ke depan. Kami berusaha menemanimu dengan bantuan dan doa.

Senin, 05 Desember 2011

Kamal dan lomba Adzan

O jadi begini ya rasanya bangga. Rasa ini datang kepadaku di hari Jumat 25 November 2011. Ketika peserta nomor urut 90 dipanggil, dan aku beringsut-ingsut maju ke barisan terdepan bergabung dengan para ibu yang juga menyemangati buah hatinya. Suasana di mesjid Istiqomah siang itu lumayan panas. 2 orang guru menemaniku menyemangati mu.

Iya anakku, hari itu sekolah mempercayakanmu untuk ikut lomba adzan se-tk Balikpapan di mesjid istiqomah. Dirimu satu-satunya yang terpilih mewakili sekolah. Sampai di sini saja ibu sudah senang nak, bukan kepalang. Bahkan ketika mendengar bahwa kau dipilih “hanya” karena kau siswa yang berani, dan bukan siswa yang bisa adzan. Kata mereka nak, satu kelas mu itu tidak ada yang bisa adzan,kalau disuruh adzan maka mereka pasti spontan iqomat:D

Tak apa nak, apapun alasannya, ibu cukup bersyukur dirimu pernah mengecap kesempatan ini. Maka 5 atau 6 hari sebelum lomba diadakan, guru berpesan agar kami lebih sering menyuruhmu adzan di rumah. Dirimu juga mendapatkan short training di sekolah. Maka sejak saat itu, suara mu yang lantang beradzan sering terdengar menghiasi rumah kontrakan kita. Ibu senang sekali.

Mendekati hari H, kegugupanmu mulai tampak. Di rumah, dan di sekolah. Bahkan dari guru di sekolah ibu dengar, engkau sempat hampir menangis ketika didaulat untuk adzan di depan teman-temanmu. Alasanmu ketika ibu tanya sangat sederhana. Alasan yang sangat jujur dan manusiawi nak. “Malu bangettt, Buuuu”

Namun dari gurumu, ibu dapati yang sesungguhnya membuatmu menangis. Mereka menetawakanmu, bahkan sebelum dirimu membuka mulut. Oh,, kasihan nak. Pastilah sangat down. Karena ibu tahu engkau sesungguhnya berani. Namun tawa yang tak pada tempatnya membuatmu kaget dan malu.

Hari H tiba, gugupmu sampai di ubun-ubun. Ibu kira ibu sangat mengenalmu nak, ternyata tidak juga.
Hari itu ibu baru tahu ternyata jagoan ibu bisa gugup, bisa demam panggung. Tak seperti biasanya, kau tempelkan badanmu di sisi ibu, tak mau bergabung dengan peserta lain. So not you, Kamal :D
Hari itu ibu melihat sisi lain dirimu :D

Ibu yakinkan lagi kepadamu bahwa kalah menang sungguh tidak mengapa. Ibu tetap bangga, Kamal sejauh ini berada di sini, mengalahkan rasa malu, gugup, dan takut. Ibu bangga karena Kamal terpilih untuk menggemakan lafaz Adzan di usia semuda ini, di hadapan orang tua-orang tua ini. Ibu yakinkan, mungkin keberanian Kamal akan menginspirasi anak-anak lain untuk berani mencoba. Dan dengan agak berlebihan, ibu katakan, mungkin ada yang belum tahu bagaimana lafaz adzan itu, dan Kamal di depan akan memberi tahu mereka bagaimana sesungguhnya kalimat adzan itu :D

Maka ketika giliranmu dipanggil, masih dengan kegugupan yang coba dimanage, kau pun maju, mengucap salam, meletakkan tangan kananmu di telinga. Dengan lantang dan tanpa kesalahan kau lakukan tugasmu dengan baik..

Good job, Kamal! :D :D

Guru

"Jika hari ini seorang perdana menteri berkuasa,
Jika hari ini seorang raja menaiki tahta,
Jika hari ini seorang presiden sebuah negara,
Jika hari ini seorang ulama yang mulia,
Jika hari ini seorang peguam menang bicara,
Jika hari ini seorang penulis terkemuka,
Jika hari ini siapa saja menjadi dewasa,
Sejarahnya dimulakan oleh seorang guru biasa,
Dengan lembut sabarnya mengajar tulis baca"
-Usman Awang 1979-"

Peradaban terbentang, tumbuh dan mati silih berganti, namun guru, mengambil peran yang selalu sama dan jelas.

Signifikan.

Di awal membantu kita mengenal angka dan tulisan.

Mengenalkan hikmah, norma, tata nilai.

Guru.

Selain orang tua, mereka mengambil porsi terbesar dalam bentangan sejarah perjalanan hidup ini.

Di tiap-tiap fase, melekat di riwayat hidup kita, jasa seorang guru.

Tak terhingga dan sungguh tak terbalaskan.

Ingat-ingatlah guru-guru, dosen, ustadz, ustadzah, dan semua pengajar yang membuat kita menemukan kedewasaan.

Menjadikan kita seperti sekarang.

Sebutlah mereka dalam doa-doa..

*Lagi kangen murobbiah yang sudah hijrah ke Samarinfa dan sedang hamil tua

Kamis, 26 Mei 2011

CERMIN KEMATIAN

Hampir sama
Antara kehidupan yang baik
Dengan kematian yang baik
Keduanya sama-sama baik

Hampir sama
Antara kehidupan yang buruk
Dengan kematian yang buruk
Keduanya sama-sama buruk

Cara mati kita
Hanya cermin
Cara hidup kita…

(Agus poernomo., SIP)

In memoriam: Ustadzah Yoyoh Yusroh



Masih segar dalam ingatan, kematian salah seorang tokoh muslimah kebanggaan Indonesia, ustadzah Yoyoh Yusroh beberapa hari silam. Bagi mereka yang dekat dan mengenal beliau, kematiannya menorehkan kesedihan sekaligus banyak pelajaran berharga.

Bagi yang mengenalnya justru setelah kematiannya, jenazahnya yang sedang tersenyum cukuplah untuk menggambarkan bahwa beliau adalah sosok yang teramat istimewa.

Dari kesaksian-kesaksian baik yang diungkap beberapa sahabat, kesan-kesan indah dari seseorang yang bahkan baru bertemu beliau dalam hitungan menit, terlukis jelas bahwa beliau sosok yang ramah, bersahabat dan penuh empati. Seorang wartawan yang akan mewawancarai beliau di pagi hari, malah ditawari sarapan pagi karena yakin bahwa wartawan itu pastilah belum sempat sarapan. (dikutip dari http://twitter.com/ridlwanjogja)

Sebagai anggota dewan, dengan mudah kita bisa menemukan beberapa kesaksian-kesaksian baik dari rekan sesama politisi. “Bu Yoyoh adalah sosok yang sangat bersahaja, mudah bergaul, dan kerap memberikan motivasi pada fraksi lain” Ruhut Sitompul. “Cerdas, santun, dan rendah hati, sederhana dan bersahaja” Tantowi Yahya (Republika online)
Menurut Tantowi tidak ada sifat–sifat sirik dan benci yang biasa dimiliki oleh seorang politisi terhadap temannya dalam satu komisi. “Bagi bu Yoyoh, tidak ada kompetisi dalam teman sesama anggota satu komisi.”

Penulis Pipiet Senja menulis dalam Kompasiana: “Sosok ini sungguh perempuan pilihan, karena tak pernah mengatakan lelah kepada siapapun yang ingin curhatan, konsultasi. Ya, bahkan dalam kesibukan maha pun dia selalu menyediakan waktu bagi jamaah taklimnya. Patutlah disayangi ummat, karena telah banyak waktu dan pikirannya yang tercurah untuk sesamanya. Bagiku, dia satu-satunya perempuan hebat, sudah kaya raya, berilmu tinggi, tetapi tetaplah bersahaja dan rendah hati, setiap waktu jika dimintai bantuan secepatnya mengulurkan tangan.” (http://sosbud.kompasiana.com/2011/05/22/perempuan-pilihan-itu-telah-pergi-selamat-jalan-saudariku-yoyoh-yusroh/)

Dan masih banyak lagi cerita-cerita kegigihan, semangat juang, keistiqomahan beliau, dari lisan para sahabat muslimah yang tertulis maupun yang tidak. Bahkan beberapa hari setelah beliau berpulang, di majelis-majelis ilmu, melalui lisan para murobbiyah, sosok beliau masih dikenang-kenang. Wanita muslimah ini sungguh harum namanya. Sosok yang sungguh sangat pantas dijadikan tauladan kesholihan seorang wanita.

KH Hilmi Aminuddin ketika menyampaikan takziyah di rumah duka “Saya dapat ucapan takziah dari seluruh dunia. Dari jalur Gaza, mujahidin Palestina semua berdoa utk almarhumah. Kehilangan Yoyoh adalah kehilangan bagi dakwah internasional. Pasukan perdamaian TNI di Darfur Sudan juga kirim takziah. “

“Yoyoh berhasil membawa bantuan masy Indonesia ke jalur Gaza. Membantu buat rumah sakit di Gaza dan lobi perdamaian Sudan.”

Inilah contoh akhlakul karimah. “Inilah akhwat prestatif jaman ini, patut diteladani. Kehadirannya menggenapkan, kehilangannya mengganjilkan, keberadaannya menebar manfaat, inspirasi, dan menggerakkan, demikian pula kepergiannya tetap menjadi hikmah kemanfaatan dan inspirasi bagi orang2 yang mencintai kebaikan, dakwah amar ma’ruf nahi munkar. Dihormati bahkan oleh orang yang berbeda keyakinan, benar-benar penebar rahmat” (blog ibu Didin Kristinawati: http://www.ruangmuslim.com/tafakur/4532-mengenang-ustzh-yoyoh-yusroh-bagaimana-kita-akan-diingat-nanti.html)

Kesaksian-kesaksian baik dari orang yang telah berpulang adalah penegas kedudukannya di akhirat kelak.
Diriwayatkan dari Anas (bin malik) : (iringan orang yang mengantar) jenazah lewat dan orang-orang memujinya. Nabi Muhammad Saw bersabda, “ucapan itu telah menguatkan (wajabat) dia”. Kemudian (iringan orang yang mengantar) jenazah lainnya lewat dan orang-orang memburukkannya. Nabi Muhammad Saw bersabda, “ucapan itu telah menguatkan (wajabat) dia”. Umar bin Al Khattab ra. Bertanya kepada Rasulullah Saw, “apa maksud anda menguatkan (wajabat) dia?”. Nabi Muhammad Saw bersabda, “kamu telah memuji orang ini maka surga ditegaskan untuknya; dan kamu memburukkan yang lainnya, maka neraka telah ditegaskan untuknya. Kamu semua adalah saksi Allah di muka bumi”.

Diriwayatkan dari Umar ra. : Nabi Muhammad Saw pernah bersabda, “apabila ada empat orang bersaksi terhadap kebaikan (kesalehan) seorang muslim, maka Allah akan menganugerahkan surga”, kami bertanya,”bagaimana jika tiga orang?” Nabi Muhammad Saw menjawab, “bahkan tiga orang”. Kemudian kami bertanya, “bagaimana jika dua orang”. Nabi Muhammad Saw menjawab, “bahkan dua orang”. Kami tidak bertanya bagaimana jika satu orang yang bersaksi.

Ibu, dengan segala kerendahan hati aku merangkum tulisan sederhana tentangmu. Sungguh jarang aku menyaksikan kematian seorang wanita yang cerita-cerita sesudah kepergiannya adalah padat dan mulia. Hamparan kisah hidupmu di dunia, bagaimana Alloh menutupmu dengan kematian, dan kesaksian-kesaksian setelah engkau pergi, sungguh menjadi cambuk untukku pribadi. Akan dibawa kemana jasad ini, akan seperti apa mengisi hidup? How do I want to be remembered?

Terima kasih bu Yoyoh. Semoga Alloh hadiahkan kepadamu jannatul firdaus, dan Alloh kumpulkan engkau dengan orang-orang sholeh seperti isi sms terakhirmu : “Ya Robb aku sedang memikirkan posisiku kelak di Akhirat. Mungkinkah aku berdampingan dengan penghulu para wanita, Khadijah Al Qubro yang berjuang dengan harta dan jiwanya? Atau dengan Hafshah yang dibela Allah saat akan dicerai karena Showwamah dan qowwahmahnya? Atau dengan Aisyah yang telah hafal 3500-an hadits, sedang aku… ehm, 500 juga belum. Atau dengan Ummu Sulaim yang shobirah. Atau dengan Asma yang mengurus kendaraan suaminya dan mencela putranya saat istirahat dari jihad. Atau dengan siapa ya Allah? Tolong beri kekuatan untuk mengejar amaliyah mereka sehingga aku laik bertemu mereka bahkan bisa berbincang dengan mereka di Taman FirdausMu”.

Amiin allahumma aminn..

Pak Hasan Firdaus: sebuah kesan (sangat) sederhana


Balikpapan menyimpan banyak permata ilmu. Aku mengenal beberapa permata penggiat dakwah yang juga sangat kukagumi. Salah satu diantaranya bernama ustadz Hasan Heru Firdaus. Pertama kali mendengar tausyiah beliau, aku sudah merasa bahwa bapak ini istimewa. Waktu itu beliau membawakan tema Gurita Yahudi di musholla Ulil Albab Pupuk. Kemudian berturut-turut aku mengikuti tausyiah beliau baik live di mesjid Istiqomah, mesjid Jabalussalam, maupun via radio.

Bapak dengan 6 orang anak ini sederhana dalam penampilan namun tidak dalam hal ilmu. Beliau adalah seorang ustadz yang intelek dan berwawasan luas. Kegemarannya membaca dan menambah ilmu lewat internet membuat kajiannya kaya raya dan berbobot.
Melihat beliau aku jadi ingat slogan yang didengung-dengungkan salah satu pesantren advance di Indonesia. Yaitu Pondok Pesantren Modern Gontor. Slogan mereka kepada para santri adalah : janganlah menjadi intelek yang tahu agama, jadilah ulama yang intelek.

Pak Hasan bagiku merepresentasikan slogan ini. Bukan karena dulu beliau pernah bekerja di Schlumberger dan memutuskan berhenti karena tak bisa dakwah, bukan pula karena gaya dakwahnya dengan laptop dan in focus, namun aura intelektualitas yang tentu saja tidak tumbuh serta-merta. Melainkan akumulasi dari pengalaman, jam terbang, ikhtiar pencarian ilmu, dan doa yang membuat beliau sangat powerful dalam tiap-tiap dakwahnya.

Ketika umroh tanggal 4 April 2011 kemarin, Alloh menakdirkan pak Hasan menjadi pembimbing kami. Beliau adalah ustadz yang ramah, bertanggung jawab dan “menaungi” kami semua. Dari awal perjalanan, beliau dengan stamina prima ikut turun tangan mengurusi masalah administrasi perjalanan dan lain-lain.

Pun ketika ritual inti umroh berlangsung, beliau senantiasa mendampingi kami dengan baik. Memastikan kami yakin dengan semua doa-doa kami. Berkenaan dengan banyaknya doa-doa yang sepertinya harus dihapalkan, beliau meyakinkan kami bahwa terdapat perbedaan antara membaca doa dan berdoa dengan kesungguhan hati. Maka saran beliau, hendaklah kami berdoa dengan sungguh-sungguh sesuai kebutuhan.
Di akhir perjalanan beliau doakan kami agar bisa menginjakkan kaki kembali di tanah suci, bersama keluarga masing-masing.

Aku sedang berpikir..untuk seseorang yang Alloh takdirkan ia menginjakkan kaki tiap bulan ke tanah suci pastilah orang yang istimewa. Alloh maha mengetahui isi hati tiap-tiap jiwa, dan Ia Maha Tahu marifatullah tiap-tiap insan. Maka Pak Hasan adalah cinta yang berbalas dari RabbNya, sehingga ditakdirkannya beliau untuk tiap bulan mengunjungi baitullah..such a lucky man^^

Jumat, 20 Mei 2011

Umroh



Satu bulan enam belas hari berlalu dan masih saja terbayang-bayang kenikmatan menapakkan kaki di dua kota itu. Kota-kota yang menjadi latar dari rangkaian sejarah dan riwayat suci para nabi-nabi. Kota-kota yang menjadi saksi peradaban umat kali pertama dibangun. Saksi dari perjuangan para nabi menyampaikan cahaya kebenaran. Berdakwah dengan jiwa, darah dan air mata. Di sana silih berganti jihad, perang, damai, kehilangan, kelahiran terjadi. Membentang sejarah jahiliyah hingga cahaya datang.

Kota-kota ini yang tadinya hanya aku baca dari buku-buku dan kitab-kitab terjemahan yang terhambur di rak buku mengantri untuk ku lumat. Kota-kota ini yang aku sebut dalam doa-doaku yang di atas kertas baru akan aku kunjungi sepuluh tahun mendatang. Maka betapa tidak dapat kujelaskan dengan kata-kata ketika aku sudah tiba di sana. Pada saat itu hanya ada satu kata yang memenuhi hati, yaitu SYUKUR yang tak terhingga-hingga, tak terbilang-bilang. Bagaimana mungkin tidak bersyukur? Rinduku sudah di ubun-ubun dan Ia memenuhi kerinduanku dengan mempersilahkan aku datang ke rumahNya bertahun-tahun lebih awal ?! Subhanalloh! :))

Maka detik ini, masih teringat kerapian dan keramah tamahan Madinah. Suasana jalanan menjelang adzan, hiruk pikuk orang-orang tergesa-gesa melangkah menjinjing gamis untuk memperoleh langkahan kaki yang lebih lebar. Para keluarga dengan anak-anak balitanya, digandeng atau dibopong di bahu sang ayah. Betapa indahnya. Semua menuju sebuah mesjid indah bersejarah. Mesjid Nabawi. Kecantikannya dari jauh sudah memukauku. Kilauan kubahnya, payung-payung raksasanya yang indah dan tersohor, lantainya yang menyilaukan memantulkan kecerahan langit di atasnya.

Dari kejauhan, tatapan mataku telah lekat-lekat memandangnya tak sabar ingin segera tiba. Terlebih lagi menyadari bahwa di sana terbujur jasad suci seorang pemberi peringatan yang mulia, yang tersayang nabiullah Muhammad SAW, di sana juga terdapat taman-taman surga yaitu sebuah space antara rumah dan mimbar beliau. “Tempat antara mimbarku dan rumahku adalah satu taman dari taman-taman surga. Dan mimbarku berada di atas telagaku.” (HR. Al-Bukhari no. 1888 dan Muslim no. 1391).

Setengah berlari aku juga teringat potongan-potongan hadist yang pernah kubaca di rumah. “Shalat di masjidku ini lebih baik daripada 1000 shalat di tempat lain, kecuali di Masjid Al-Haram.” (HR. Muslim no. 1394, dan ini:

“Janganlah kalian bersusah payah melakukan perjalanan jauh kecuali menuju ke tiga masjid: Masjidku ini (Masjid Nawabi), Masjid Al-Haram (di Makkah), dan Masjid Al Aqsha.” (HR. Al-Bukhari no. 1115 dan Muslim no. 1397). Maka alasan apa yang membuatku untuk tidak tersenyum lebar dan bersegera?

Sepanjang jalan ditemani kepakan sayap burung merpati yang terawat terbang bebas menyapa ramah para pejalan kaki. Di kanan kiri beberapa orang menjajakan dagangan, kaos kaki, parfum, sandal, sepatu, al quran, gamis kualitas no 10 yang dikibas-kibas penjualnya tinggi-tinggi di angkasa, naik ke atas kursi demi untuk menarik hati para jamaah. "Halal! Halal! Ya Hajj ya hajj sapulu real sapulu real" :))))
Bersaing-saing harganya satu sama lain. Tapi ada satu kesamaannya, semuanya serba hitam:D

Tiba di pintu masuk, pemandangannya adalah jemaah wanita yang berjubel dan para askar yang tak mampu membendung derasnya keantusiasan para jemaah menyerbu masuk. Teriakan demi teriakan menenangkan bercampur dengan dorongan-dorongan yang tak mau tahu. “Sabar ya Hajj, Sabar! Sabar! Masya Alloh! Masya Alloh! Dan beberapa kalimat menggerutu penuh emosi.:D
Sesuatu yang tak pernah kulihat di mesjid manapun di Balikpapan:)

Dan ternyata oh ternyata, padatnya makhluk hidup bernama manusia tak hanya sampai di Madinah saja. Di Makkah pun tak kalah padat merayap. Sampai-sampai kau pun harus mendongakkan kepalamu ke atas untuk meraup sebanyak-banyak udara sebagai bekal untuk kembali menerobos masuk! Oh! Tak heran apabila haji dan umroh disebut sebagai ibadah fisik.

Namun suasana di Makkah agak berbeda. Suasana keteraturan dan kerapian Madinah tak kutemukan di Makkah. Apabila Madinah memisahkan ikhwan dan akhwat dari awal masuk mesjid, maka tidak begitu situasinya di Makkah. Mereka berbaur menjadi satu, masuk dan keluar di pintu yang sama, maka ini agak merisaukan karena harus bercampur-baur berjejal-jejal seperti ini. Tapi perjuangan menerobos masuk akan terbayar CASH seiring langkah semakin mendekat ke Baitullah, Kabah.

Dan rutinitas paling menakjubkan setelah itu dan hari-hari berikutnya adalah mengambil start awal di lampu hijau, tentu saja berniat, tawaf, sholat di belakang maqom Ibrahim, minum air zam-zam, sai, dan tahalul. Hmm nikmatnyaaa:D Tak heran, seorang ustadz favoritku, ustadz Hasan Firdaus, pada manasik umroh, dalam sebuah slidenya, mengutip perkataan salafush sholeh "Tiada perjalanan yang lebih BERPENGARUH terhadap DAGING, DARAH, KULIT, dan RAMBUT seseorang daripada PERJALANAN MENUJU MEKKAH, dan tak seorang pun berhasil mencapainya kevuali dengan kesulitan" :)

Oh! tak kan habis berparagraf –paragraf kalimat aku tuangkan untuk menggambarkan betapa berkesannya ibadah umroh ku kemarin. Dengan nikmat sebesar itu maka masalah-masalah yang mengiringinya menjadi seperti tak termaknai. Seperti roommate yang too much talking, sandal yang hilang, bibir yang pecah-pecah, oh rugi jika harus dipermasalahkan. Kenapa tidak menganggapnya sebagai bumbu-bumbu perjalanan saja:))

Sekarang, aku hanya berharap Dia sudi mengijinkanku berkunjung lagi. Tentu saja bersama keluarga kecilku. Semoga. Amiinn…

counting days:(


Malam ini ijinkan aku menulis lagi sesuatu tentang dia, seorang wanita yang semulia namanya. Wanita yang kepadanya aku berhutang banyak. Begitu banyaknya sampai aku tak yakin dengan materi sebanyak apa ku bisa membalas. Wanita ini mengenalkanku kepada Islam. Sesuatu yang tadinya sangat jauh. Ia menarikku lebih dekat kepada Allah. MengenalNya dengan mentadabburi ayat-ayatNya, mengkaji surah-surahNya. Mengartikan kata per kata dan memahami kandunganNya. Menurutku adalah sebaik-baik ilmu yang pernah seseorang ajarkan kepadaku. Bahkan mungkin ia sendiri tak kan pernah tahu betapa besar arti dirinya kepadaku. Wanita ini menemaniku menjemput hidayah Allah, sehingga aku sendiri tanpa bermaksud berpuas diri, dengan ijin Alloh, merasa jauh lebih baik dari aku yang dulu. Maka sekali lagi, dengan apa aku bisa membalas??

Ketika kenyamanan mulai mengguliri majelis kami, tiba-tiba Alloh menakdirkan beliau pindah dari kota ini, maka alasan apa yang membuatku tidak sedih. Kepergiannya membuatku sadar betapa kebersamaan yang bertahun-tahun kami jalin sangat berharga. Apabila ku tahu bahwa kebersamaan akan secepat ini, maka tak satu menit pun kan ku sia-sia untuk mendengar tumpahan kebaikan keluar dari lisannya.

Tapi kuingat pada suatu ketika ia seperti menenangkanku bahwa Alloh pasti akan menyiapkan pengganti yang lebih hebat dari dia. Begitu katany seolah tahu apa yang aku pikirkan. Ia selipkan juga pesan agar kami melestarikan majelis ini dan tidak membalikkan badan menjauh.

Maka sepeninggalnya kelak, adalah tugas kami membangun keistiqomahan menjemput hikmah-hikmah kembali. Walau hati masih gamang namun tekad untuk berjuang harus dikibar-kibarkan. Bukankah tidaklah ilmu yang pergi tetapi hanya lisan penyampainya saja? Maka baiklah Ibu, mari saling mendoakan. Engkau di kotamu yang baru, memperlebar sayap dakwah, meraup jiwa-jiwa baru yang dahaga akan hidayah, dan kami disini meneruskan perjuangan membenahi diri dan menebar manfaat untuk keluarga dan umat. We love you always..

Kamis 19 Mei 2011
 

Simply Dini Copyright © 2011 Designed by Ipietoon Blogger Template and web hosting