Jumat, 20 Mei 2011

Umroh



Satu bulan enam belas hari berlalu dan masih saja terbayang-bayang kenikmatan menapakkan kaki di dua kota itu. Kota-kota yang menjadi latar dari rangkaian sejarah dan riwayat suci para nabi-nabi. Kota-kota yang menjadi saksi peradaban umat kali pertama dibangun. Saksi dari perjuangan para nabi menyampaikan cahaya kebenaran. Berdakwah dengan jiwa, darah dan air mata. Di sana silih berganti jihad, perang, damai, kehilangan, kelahiran terjadi. Membentang sejarah jahiliyah hingga cahaya datang.

Kota-kota ini yang tadinya hanya aku baca dari buku-buku dan kitab-kitab terjemahan yang terhambur di rak buku mengantri untuk ku lumat. Kota-kota ini yang aku sebut dalam doa-doaku yang di atas kertas baru akan aku kunjungi sepuluh tahun mendatang. Maka betapa tidak dapat kujelaskan dengan kata-kata ketika aku sudah tiba di sana. Pada saat itu hanya ada satu kata yang memenuhi hati, yaitu SYUKUR yang tak terhingga-hingga, tak terbilang-bilang. Bagaimana mungkin tidak bersyukur? Rinduku sudah di ubun-ubun dan Ia memenuhi kerinduanku dengan mempersilahkan aku datang ke rumahNya bertahun-tahun lebih awal ?! Subhanalloh! :))

Maka detik ini, masih teringat kerapian dan keramah tamahan Madinah. Suasana jalanan menjelang adzan, hiruk pikuk orang-orang tergesa-gesa melangkah menjinjing gamis untuk memperoleh langkahan kaki yang lebih lebar. Para keluarga dengan anak-anak balitanya, digandeng atau dibopong di bahu sang ayah. Betapa indahnya. Semua menuju sebuah mesjid indah bersejarah. Mesjid Nabawi. Kecantikannya dari jauh sudah memukauku. Kilauan kubahnya, payung-payung raksasanya yang indah dan tersohor, lantainya yang menyilaukan memantulkan kecerahan langit di atasnya.

Dari kejauhan, tatapan mataku telah lekat-lekat memandangnya tak sabar ingin segera tiba. Terlebih lagi menyadari bahwa di sana terbujur jasad suci seorang pemberi peringatan yang mulia, yang tersayang nabiullah Muhammad SAW, di sana juga terdapat taman-taman surga yaitu sebuah space antara rumah dan mimbar beliau. “Tempat antara mimbarku dan rumahku adalah satu taman dari taman-taman surga. Dan mimbarku berada di atas telagaku.” (HR. Al-Bukhari no. 1888 dan Muslim no. 1391).

Setengah berlari aku juga teringat potongan-potongan hadist yang pernah kubaca di rumah. “Shalat di masjidku ini lebih baik daripada 1000 shalat di tempat lain, kecuali di Masjid Al-Haram.” (HR. Muslim no. 1394, dan ini:

“Janganlah kalian bersusah payah melakukan perjalanan jauh kecuali menuju ke tiga masjid: Masjidku ini (Masjid Nawabi), Masjid Al-Haram (di Makkah), dan Masjid Al Aqsha.” (HR. Al-Bukhari no. 1115 dan Muslim no. 1397). Maka alasan apa yang membuatku untuk tidak tersenyum lebar dan bersegera?

Sepanjang jalan ditemani kepakan sayap burung merpati yang terawat terbang bebas menyapa ramah para pejalan kaki. Di kanan kiri beberapa orang menjajakan dagangan, kaos kaki, parfum, sandal, sepatu, al quran, gamis kualitas no 10 yang dikibas-kibas penjualnya tinggi-tinggi di angkasa, naik ke atas kursi demi untuk menarik hati para jamaah. "Halal! Halal! Ya Hajj ya hajj sapulu real sapulu real" :))))
Bersaing-saing harganya satu sama lain. Tapi ada satu kesamaannya, semuanya serba hitam:D

Tiba di pintu masuk, pemandangannya adalah jemaah wanita yang berjubel dan para askar yang tak mampu membendung derasnya keantusiasan para jemaah menyerbu masuk. Teriakan demi teriakan menenangkan bercampur dengan dorongan-dorongan yang tak mau tahu. “Sabar ya Hajj, Sabar! Sabar! Masya Alloh! Masya Alloh! Dan beberapa kalimat menggerutu penuh emosi.:D
Sesuatu yang tak pernah kulihat di mesjid manapun di Balikpapan:)

Dan ternyata oh ternyata, padatnya makhluk hidup bernama manusia tak hanya sampai di Madinah saja. Di Makkah pun tak kalah padat merayap. Sampai-sampai kau pun harus mendongakkan kepalamu ke atas untuk meraup sebanyak-banyak udara sebagai bekal untuk kembali menerobos masuk! Oh! Tak heran apabila haji dan umroh disebut sebagai ibadah fisik.

Namun suasana di Makkah agak berbeda. Suasana keteraturan dan kerapian Madinah tak kutemukan di Makkah. Apabila Madinah memisahkan ikhwan dan akhwat dari awal masuk mesjid, maka tidak begitu situasinya di Makkah. Mereka berbaur menjadi satu, masuk dan keluar di pintu yang sama, maka ini agak merisaukan karena harus bercampur-baur berjejal-jejal seperti ini. Tapi perjuangan menerobos masuk akan terbayar CASH seiring langkah semakin mendekat ke Baitullah, Kabah.

Dan rutinitas paling menakjubkan setelah itu dan hari-hari berikutnya adalah mengambil start awal di lampu hijau, tentu saja berniat, tawaf, sholat di belakang maqom Ibrahim, minum air zam-zam, sai, dan tahalul. Hmm nikmatnyaaa:D Tak heran, seorang ustadz favoritku, ustadz Hasan Firdaus, pada manasik umroh, dalam sebuah slidenya, mengutip perkataan salafush sholeh "Tiada perjalanan yang lebih BERPENGARUH terhadap DAGING, DARAH, KULIT, dan RAMBUT seseorang daripada PERJALANAN MENUJU MEKKAH, dan tak seorang pun berhasil mencapainya kevuali dengan kesulitan" :)

Oh! tak kan habis berparagraf –paragraf kalimat aku tuangkan untuk menggambarkan betapa berkesannya ibadah umroh ku kemarin. Dengan nikmat sebesar itu maka masalah-masalah yang mengiringinya menjadi seperti tak termaknai. Seperti roommate yang too much talking, sandal yang hilang, bibir yang pecah-pecah, oh rugi jika harus dipermasalahkan. Kenapa tidak menganggapnya sebagai bumbu-bumbu perjalanan saja:))

Sekarang, aku hanya berharap Dia sudi mengijinkanku berkunjung lagi. Tentu saja bersama keluarga kecilku. Semoga. Amiinn…

0 comments:

 

Simply Dini Copyright © 2011 Designed by Ipietoon Blogger Template and web hosting