Senin, 06 April 2009


Ada yang kangen menerima surat dari pak pos? ada yang kangen gimana rasanya (tepatnya sensasinya) menantikan pak pos yang nganter surat cinta kita dari balik pagar? Atau ada yang kangen dengan kartu pos yang dikirim oleh sahabat dari jauh. Kartu lebaran yang ada gambar ketupatnya warna hijau? Atau kuning? Ada yang kangen semua itu? Kalo ada, ayo temani saya.

Saya sedang kangen melambatkan waktu. Waktu di abad 21 menjadi sangat cepat. Padahal rotasi bumi tetap-tetap saja. Lihat saja di sekitar kita. Kita sekarang hidup di abad dimana kita bisa tahu seseorang yang ada di belahan dunia lain dan mendadak lagi, bisa “In a Relationship”dengannya. Internet, friendster, facebook, blackberry.

Kita bisa tahu si A habis makan soto ayam dengan hanya membaca status nya di komputer. Hebat. Saya jadi ingat rumus fisika di Smu dulu pas masih muda. Ada tiga barometer: kecepatan, jarak dan waktu, Kecepatan adalah jarak dibagi waktu. a sama dengan s per t. Sekarang kecepatan, jarak dan waktu jadi bersahabat. Jadi sangat dekat. Nggak perlu dipisahkan tanda “sama dengan” lagi, karena mereka hidup rukun dan damai. Bergandeng tangan persis seperti iklan-iklan KB jaman dulu yang ditempel di dinding-dinding Posyandu.

Melelahkan sekali diperbudak waktu. Tiba-tiba jadi kangen dengan keterlambatan. Pernah satu kali sedang makan nasi goreng yang nikmat, sampai akhirnya ada sms masuk dengan berita duka dari ujung pulau. Rasa nasi goreng langsung lenyap tak berbekas.

Pernah juga (hmm tepatnya sih sering) asyik ngobrol dengan suami,tiba-tiba bunyi dering blackberry messenger menyela kami, dan itu lebih penting untuk dilihat ketimbang harus melanjutkan obrolan kami. Ketika si suami ini menanyakan sampai dimana kami tadi, mood untuk ngobrol sudah terbang entah kemana. Nah dalam kasus ini, waktu berkolerasi dengan uang. Uangnya sapa? Uangnya bule. Bule sapa? Bule-bule berdasi penjarah minyak bumi kita. “Hey time is money, hand them a blackberry, so they can response our mail quickly!”

Tepat sekali kalau saya mengistilahkan ini sebagai perbudakan. Slavery. Bahkan email pun harus dibawa pulang dan dikantongi. Saya nggak bisa membayangkan bagaimana kalau tuntutan dan tekanan pekerjaan sudah sedahsyat ini, dan email belum ditemukan. Bisa hancur semua perusahaan!

Padahal kita perlu slowing down. Istilahnya delay. Rehat sejenak. Tepat seperti lirik lagu PADI, hidup tak mesti terus berlari. Bisa jadi dengan hidup yang berkecepatan normal (bukan terlalu lambat atau terlalu cepat) hidup bisa lebih easier..who knows.

Tapi yah kembali lagi ke kesimpulan yang menabrak dinding, tanpa bisa disanggah, mari kita kembalikan kepemilikan waktu kepada Yang Maha Mengatur.

0 comments:

 

Simply Dini Copyright © 2011 Designed by Ipietoon Blogger Template and web hosting