Aku adalah sebuah laptop. Pasrah dipangku seorang yang eksploitatif. Semena-mena menatap layarku, brutal menekan keypadku. Menumpahkan tulisan-tulisan tak bermutu yang sebau muntahan asam lambung orang sakit. Ia kira ia berbakat. Panggil seseorang berteriak di depan mukanya please.
Tapi aku cuma sebuah laptop. Bukan pemegang kendali. Aku pasrah dengan bokong yang kian panas. Namun pemegang kendali belum puas. Aku pasrah ditelan ide-ide semrawut yang tumpah ruah di atas kertas putih virtual. Panggil seseorang akhiri saja penderitaanku. Mungkin dengan mematikan arus listriknya? Please?
Minggu, 28 Juni 2009
Puisi tentang buruh angkat Pasar Baru langgananku
Bertelanjang kaki menawarkan sekelumit tenaga ala kadarnya kami berjalan. Menyeruak ke dalam pasar mencari sosok-sosok bersahabat. Yang tak kan mengumpat bila kami datangi, tak kan mendengus menampar harga diri. Kaki kami menapak bersahabat dengan tanah pasar yang lusuh. Jari-jari berubah warna tak mampu kami selimuti bahkan dengan sandal paling murah sekalipun.
Kami mengulur tangan pada plastik-plastik berisi ikan, sayuran, tempe, tahu. Menawarkan energi masa kecil kami untuk mengangkat. Kami mulia. Kami bukan peminta-minta. Kami buruh angkut pasar yang terhormat. Kami mulia, semulia angan-angan sekolah yang makin jauh tertiup angin.
Kami mengulur tangan pada plastik-plastik berisi ikan, sayuran, tempe, tahu. Menawarkan energi masa kecil kami untuk mengangkat. Kami mulia. Kami bukan peminta-minta. Kami buruh angkut pasar yang terhormat. Kami mulia, semulia angan-angan sekolah yang makin jauh tertiup angin.
Sabtu, 27 Juni 2009
28 between wishes and challenge
Bangun tidur dalam keadaan in a very sensitive thought and mind. Merasa sudah sangat tua dan renta. Sudah berani berjalan di muka bumi selama 28 tahun tapi belum menyumbang apa-apa untuk bumi. Sudah dibentuk sang pencipta menjadi seorang istri dan ibu, tapi belum bisa berfungsi maksimal. Sudah dititipi seorang anak yang lucu dan sehat tapi masih sering menyakiti hatinya. Sudah dipasangkan dengan seorang pria yang sabar tapi masih sering menuntut banyak. Sudah dianugrahi Islam sebagai agama, namun belum menyelam ke dalamnya dengan kaffah.
Hmmm duapuluhdelapan sekilas menjadi beban dan tantangan, namun pantas disyukuri. Hari ini masih diberi nafas. Untuk meneruskan hobi menulis dan membaca sebanyak-banyaknya buku ! Masih diberi kesempatan untuk bertemu orang-orang sholeh dan menjangkau sedalam-dalamnya ilmu. Masih diberi kesempatan menabung amal, beribadah dengan -mendekati sempurna. Diberi kesempatan untuk mencium tangan orang tua sepuas-puasnya. Memeluk seerat-eratnya keluarga kecilku. Menanamkan sebanyak-banyaknya ilmu ke buah hati. Menjemput hidayah bersama pasangan hidup. Semoga barokah di sisa usiaku. Semoga manfaat di sisa hidupku. Semoga petunjuk dan hidayah Allah selalu menyertai aku. Aminn ya Robb.
Hmmm duapuluhdelapan sekilas menjadi beban dan tantangan, namun pantas disyukuri. Hari ini masih diberi nafas. Untuk meneruskan hobi menulis dan membaca sebanyak-banyaknya buku ! Masih diberi kesempatan untuk bertemu orang-orang sholeh dan menjangkau sedalam-dalamnya ilmu. Masih diberi kesempatan menabung amal, beribadah dengan -mendekati sempurna. Diberi kesempatan untuk mencium tangan orang tua sepuas-puasnya. Memeluk seerat-eratnya keluarga kecilku. Menanamkan sebanyak-banyaknya ilmu ke buah hati. Menjemput hidayah bersama pasangan hidup. Semoga barokah di sisa usiaku. Semoga manfaat di sisa hidupku. Semoga petunjuk dan hidayah Allah selalu menyertai aku. Aminn ya Robb.
Selasa, 16 Juni 2009
Materi Insersi 2 Abah Ihsan Baihaqi
Kita, Bukan Malaikat
Ayah, Ibu…..
Ketahuilah, menjadi orangtua terbaik untuk anak-anak kita
bukanlah berarti kita diharapkan menjadi orangtua 'malaikat'
yang tak boleh kecewa, sedih, capek, pusing menghadapi anak.
Perasaan-perasaan negatif pada anak itu wajar,
bagaimana menyalurkannya hingga tak sampai menyakiti anak
itu yang menjadi fokus perhatian.
Artinya, ayah ibu,
sebenarnya kita masih tetap boleh sedih, kecewa pada anak,
tetapi kita sama sekali tak berhak untuk melukai
dan menyakiti anak-anak kita.
Ketahuilah, melotot, mengancam, membentak
dapat membuat hati anak terluka.
Apalagi, mencubit dan memukul tubuhnya.
Tubuhnya bias kesakitan,
tapi yang lebih sakit sebenarnya apa yang ada dalam tubuhnya.
Ayah, Ibu…..
Karena kita bukan orangtua malaikat,
maka yakinlah anak kita pun bukan anak malaikat
yang langsung terampil berbuat kebaikan.
Mereka tengah belajar ayah,
mereka masih berproses Ibu.
Seperti belajar bersepeda,
kadang mereka terjatuh,
kadang mereka mengerang kesakitan ketika terjatuh.
Demikian juga dengan perilaku anak-anak kita,
mereka bereksplorasi,
mereka berproses,
mereka mengayuh kehidupan
untuk meraih kebaikan
dan menjadi manusa yang berperilaku baik.
Ketika mereka terjatuh saat belajar berperilaku,
sebagian kita lalu memvonisnya sebagai anak nakal,
padahal sebenarnya mereka belum terampil berbuat kebaikan.
Jika Ayah Ibu membimbing kebelumterampilan perbuatan baik anak
dengan cara yang baik.
Insya Allah kebelumterampilan berbuat baik mereka
akan terus tergerus dari kehidupan mereka.
Tetapi Ayah, Ibu,
jika kita menghadapi ketidakterampilan ini
dengan tekanan, ancaman, bentakan, cubitan, pelototan,
mereka akan semakin terpuruk ke arah keburukan.
Ayah Ibu….
Yakinlah, ketika seorang anak emosinya kepanasan:
nangis, marah yang terekspresikan dalam bentuk
yang mungkin dapat membuat orangtua jengkel,
siramlah ia dengan kesejukan.
Menyiram kayu yang terbakar dengan minyak panas
hanya membuat ia makin terbakar.
Ayah, Ibu…..
Yakinilah, sifat-sifat negatif anak
hanyalah bagian 'eksplorasi' untuk mencari cahaya kehidupan.
jika kita memahaminya sebagai sebuah bagian proses kehidupan,
insya Allah anak-anak kita akan akan menebar cahaya untuk kehidupan.
Karena itu ayah, ibu…,
jika kadang amarah dengan kejahilian memperlakukan anak
mampir lagi dalam hidup kita,
kamus yang benar adalah 'inila uji ketulusan'
bukan kegagalan,
terus belajar tentang kehidupan,
bukan tak berhasil dalam kehidupan.
Belajar, memburu ilmu,
adalah ikhtiar yang kita tuju,
karena sebagian kita ketika menikah
tidak disiapkan jadi orangtua.
Jadi, ayah ibu,
mari kita terus belajar,
meskipun telah jadi orangtua: belajar….jadi orangtua.
Andaikan keluarga kita kuat,
insya Allah anak-anak kita memiliki ketahanan mental
terhadap lingkungan yang gawat.
Ihsan Baihaqi Ibnu Bukhari
Master Trainer Sekolah Orangtua PSPA
inspirasipspa@ yahoo.com
Ayah, Ibu…..
Ketahuilah, menjadi orangtua terbaik untuk anak-anak kita
bukanlah berarti kita diharapkan menjadi orangtua 'malaikat'
yang tak boleh kecewa, sedih, capek, pusing menghadapi anak.
Perasaan-perasaan negatif pada anak itu wajar,
bagaimana menyalurkannya hingga tak sampai menyakiti anak
itu yang menjadi fokus perhatian.
Artinya, ayah ibu,
sebenarnya kita masih tetap boleh sedih, kecewa pada anak,
tetapi kita sama sekali tak berhak untuk melukai
dan menyakiti anak-anak kita.
Ketahuilah, melotot, mengancam, membentak
dapat membuat hati anak terluka.
Apalagi, mencubit dan memukul tubuhnya.
Tubuhnya bias kesakitan,
tapi yang lebih sakit sebenarnya apa yang ada dalam tubuhnya.
Ayah, Ibu…..
Karena kita bukan orangtua malaikat,
maka yakinlah anak kita pun bukan anak malaikat
yang langsung terampil berbuat kebaikan.
Mereka tengah belajar ayah,
mereka masih berproses Ibu.
Seperti belajar bersepeda,
kadang mereka terjatuh,
kadang mereka mengerang kesakitan ketika terjatuh.
Demikian juga dengan perilaku anak-anak kita,
mereka bereksplorasi,
mereka berproses,
mereka mengayuh kehidupan
untuk meraih kebaikan
dan menjadi manusa yang berperilaku baik.
Ketika mereka terjatuh saat belajar berperilaku,
sebagian kita lalu memvonisnya sebagai anak nakal,
padahal sebenarnya mereka belum terampil berbuat kebaikan.
Jika Ayah Ibu membimbing kebelumterampilan perbuatan baik anak
dengan cara yang baik.
Insya Allah kebelumterampilan berbuat baik mereka
akan terus tergerus dari kehidupan mereka.
Tetapi Ayah, Ibu,
jika kita menghadapi ketidakterampilan ini
dengan tekanan, ancaman, bentakan, cubitan, pelototan,
mereka akan semakin terpuruk ke arah keburukan.
Ayah Ibu….
Yakinlah, ketika seorang anak emosinya kepanasan:
nangis, marah yang terekspresikan dalam bentuk
yang mungkin dapat membuat orangtua jengkel,
siramlah ia dengan kesejukan.
Menyiram kayu yang terbakar dengan minyak panas
hanya membuat ia makin terbakar.
Ayah, Ibu…..
Yakinilah, sifat-sifat negatif anak
hanyalah bagian 'eksplorasi' untuk mencari cahaya kehidupan.
jika kita memahaminya sebagai sebuah bagian proses kehidupan,
insya Allah anak-anak kita akan akan menebar cahaya untuk kehidupan.
Karena itu ayah, ibu…,
jika kadang amarah dengan kejahilian memperlakukan anak
mampir lagi dalam hidup kita,
kamus yang benar adalah 'inila uji ketulusan'
bukan kegagalan,
terus belajar tentang kehidupan,
bukan tak berhasil dalam kehidupan.
Belajar, memburu ilmu,
adalah ikhtiar yang kita tuju,
karena sebagian kita ketika menikah
tidak disiapkan jadi orangtua.
Jadi, ayah ibu,
mari kita terus belajar,
meskipun telah jadi orangtua: belajar….jadi orangtua.
Andaikan keluarga kita kuat,
insya Allah anak-anak kita memiliki ketahanan mental
terhadap lingkungan yang gawat.
Ihsan Baihaqi Ibnu Bukhari
Master Trainer Sekolah Orangtua PSPA
inspirasipspa@ yahoo.com
Materi Insersi 1 dari abah Ihsan Baihaqi
Fitrah
Ayah, Ibu…
Setiap anak yang diturunkan ke dunia
lahir dalam keadaan fitrah bukan?
“Kullu mauluudin yuladu alal fitrah.
Faawabahu.”
Setiap anak lahir dengan fitrah,
bergantung orangtuanya bagaimana ia dibentuk.
Karena anak lahir dengan fitrah,
bukankah berarti tak satupun anak ketika lahir
berniat menghancurkan masa depannya?
Tak ada satupun bayi ketika lahir berniat di kepalanya
“Ah jika besar nanti aku mau kena narkoba” ;
“Ah jika besar nanti aku akan hobi tawuran atau kebut-kebutan”.
Atau pernahkah ia berkata
“jika besar nanti aku akan mencuri uang orangtua.”
“Ah jika besar nanti aku mau membangkang pada ayah dan ibu”.
Adakah anak yang berniat begitu Ayah?
Bukankah berarti setiap anak yang diturunkan Allah ke dunia
Justru pada awalnya cenderung pada kebaikan?
Tetapi, mengapa, sebagian anak-anak ini
Yang lahir cantik, rupawan, lucu dan menggemaskan
Setelah ia beranjak remaja dan dewasa
Justru menjadi beban keluarga
dan menjadi masalah untuk lingkungannya?
Ada apa ini…….
Ayah, Ibu….
Karena anak lahir dengan fitrah
Sebagian masalah anak, justru orangtualah penyebabnya.
Periksalah ternyata sebagian anak justru dijatuhkan harga dirinya
di rumah, bukan di luar rumah
Sebagian kita mungkin pernah memukul tubuhnya,
seolah tubuh anak adalah barang pelampiasan amarah kita
sebagian kita mungkin pernah menampar pipinya,
seolah ia tempat empuk bagi telapak tangan kita
sebagian kita mungkin pernah membentaknya
sambil berteriak dalam hati: akulah yang bekuasa atas dirimu!
Atau mungkin… kita tak pernah melakukan semua itu?
Tapi tahukah ayah ibu,
Sebagian anak memang tak pernah dipukul
Tak pernah dicubit, tak pernah dibentak,
Tapi jarang sekali anak yang lolos untuk tidak disalahkan orangtua
Mulai dari buka mata di pagi hari
Sampai kembali menutup mata di sore hari
Ayah, Ibu….
Karena sebagian anak jatuh harga dirinya di rumah
Tanpa kita sadari, ada sebagian anak yang tak betah
Berada di samping orangtua
Panas hatinya
jika mendengar ‘ceramah-ceramah’ orangtuanya
dan overdosis nasihat yang ia terima
lalu kapan kita mendengarkan anak, ayah, ibu?
Ketika seorang kakak hendak mengambil mainan miliknya
Yang diambil adiknya,
Kita… dengan kekuatan kehakiman yang kita miliki
Dengan gagah berkata: kakak…. Ngalah dong sama adik!
Lihatlah pertunjukkan ini ayah…
Lihatlah ketidakadilan ternyata di mulai dari rumah
Lihatlah… kebenaran ternyata ditentukan oleh faktor usia
Lalu kita berdalil “adik nya kan masih kecil…”
Dalam hati si kakak berkata
“sampai kapan adik akan dibela?”
“Kapankah aku meminta lebih dulu dilahirkan ke dunia?”
“sungguh tak enak jadi seorang kakak”
Karena ketidakadilan di mulai dari rumah
Di tempat lain, sebagian adik pun berkata hal yang sama
“sungguh aku pun tak suka jadi seorang adik”
“Ketika ayah dan ibu tak ada aku sering dikerjai kakak semuanya”
Ayah ibu
Karena sebagian anak dijatuhkan harga dirinya di rumah
Sebagian anak akhirnya tak betah berada di rumah
Rumah baginya hanyalah tempat tidur sementara
Ia lalu mencari harga diri, berkelana mencari surga
Mencari orang-orang yang akan menghargai dirinya
Wahh… ternyata teman-teman ganknya bisa menghargainya
Lalu dalam hati ia berkata
Hm… ternyata aku dihargai jika aku pamer perkasa
aku ternyata perkasa jika menghisap ganja
aku gembira jika bisa menyusahkan siapa saja…..
Apakah itu yang ingin kita inginkan ayah, ibu?
Jika tidak, hormatilah jiwa anak-anak kita
Bukan sekadar uang, jajanan, mainan dan sekolah mahal semata
Itu semua penting
Tapi perkataan dan perlakuan penuh cinta dari Anda
Adalah warisan terindah untuk masa depan mereka
Ihsan Baihaqi Ibnu Bukhari
Master Trainer Sekolah Orangtua PSPA
inspirasipspa@ yahoo.com
Ayah, Ibu…
Setiap anak yang diturunkan ke dunia
lahir dalam keadaan fitrah bukan?
“Kullu mauluudin yuladu alal fitrah.
Faawabahu.”
Setiap anak lahir dengan fitrah,
bergantung orangtuanya bagaimana ia dibentuk.
Karena anak lahir dengan fitrah,
bukankah berarti tak satupun anak ketika lahir
berniat menghancurkan masa depannya?
Tak ada satupun bayi ketika lahir berniat di kepalanya
“Ah jika besar nanti aku mau kena narkoba” ;
“Ah jika besar nanti aku akan hobi tawuran atau kebut-kebutan”.
Atau pernahkah ia berkata
“jika besar nanti aku akan mencuri uang orangtua.”
“Ah jika besar nanti aku mau membangkang pada ayah dan ibu”.
Adakah anak yang berniat begitu Ayah?
Bukankah berarti setiap anak yang diturunkan Allah ke dunia
Justru pada awalnya cenderung pada kebaikan?
Tetapi, mengapa, sebagian anak-anak ini
Yang lahir cantik, rupawan, lucu dan menggemaskan
Setelah ia beranjak remaja dan dewasa
Justru menjadi beban keluarga
dan menjadi masalah untuk lingkungannya?
Ada apa ini…….
Ayah, Ibu….
Karena anak lahir dengan fitrah
Sebagian masalah anak, justru orangtualah penyebabnya.
Periksalah ternyata sebagian anak justru dijatuhkan harga dirinya
di rumah, bukan di luar rumah
Sebagian kita mungkin pernah memukul tubuhnya,
seolah tubuh anak adalah barang pelampiasan amarah kita
sebagian kita mungkin pernah menampar pipinya,
seolah ia tempat empuk bagi telapak tangan kita
sebagian kita mungkin pernah membentaknya
sambil berteriak dalam hati: akulah yang bekuasa atas dirimu!
Atau mungkin… kita tak pernah melakukan semua itu?
Tapi tahukah ayah ibu,
Sebagian anak memang tak pernah dipukul
Tak pernah dicubit, tak pernah dibentak,
Tapi jarang sekali anak yang lolos untuk tidak disalahkan orangtua
Mulai dari buka mata di pagi hari
Sampai kembali menutup mata di sore hari
Ayah, Ibu….
Karena sebagian anak jatuh harga dirinya di rumah
Tanpa kita sadari, ada sebagian anak yang tak betah
Berada di samping orangtua
Panas hatinya
jika mendengar ‘ceramah-ceramah’ orangtuanya
dan overdosis nasihat yang ia terima
lalu kapan kita mendengarkan anak, ayah, ibu?
Ketika seorang kakak hendak mengambil mainan miliknya
Yang diambil adiknya,
Kita… dengan kekuatan kehakiman yang kita miliki
Dengan gagah berkata: kakak…. Ngalah dong sama adik!
Lihatlah pertunjukkan ini ayah…
Lihatlah ketidakadilan ternyata di mulai dari rumah
Lihatlah… kebenaran ternyata ditentukan oleh faktor usia
Lalu kita berdalil “adik nya kan masih kecil…”
Dalam hati si kakak berkata
“sampai kapan adik akan dibela?”
“Kapankah aku meminta lebih dulu dilahirkan ke dunia?”
“sungguh tak enak jadi seorang kakak”
Karena ketidakadilan di mulai dari rumah
Di tempat lain, sebagian adik pun berkata hal yang sama
“sungguh aku pun tak suka jadi seorang adik”
“Ketika ayah dan ibu tak ada aku sering dikerjai kakak semuanya”
Ayah ibu
Karena sebagian anak dijatuhkan harga dirinya di rumah
Sebagian anak akhirnya tak betah berada di rumah
Rumah baginya hanyalah tempat tidur sementara
Ia lalu mencari harga diri, berkelana mencari surga
Mencari orang-orang yang akan menghargai dirinya
Wahh… ternyata teman-teman ganknya bisa menghargainya
Lalu dalam hati ia berkata
Hm… ternyata aku dihargai jika aku pamer perkasa
aku ternyata perkasa jika menghisap ganja
aku gembira jika bisa menyusahkan siapa saja…..
Apakah itu yang ingin kita inginkan ayah, ibu?
Jika tidak, hormatilah jiwa anak-anak kita
Bukan sekadar uang, jajanan, mainan dan sekolah mahal semata
Itu semua penting
Tapi perkataan dan perlakuan penuh cinta dari Anda
Adalah warisan terindah untuk masa depan mereka
Ihsan Baihaqi Ibnu Bukhari
Master Trainer Sekolah Orangtua PSPA
inspirasipspa@ yahoo.com
Sabtu, 13 Juni 2009
Blogku yang sederhana
Blog ini seperti sebuah rumah. Kalo ditinggali, suasana akan jadi hidup dan biasanya tikus akan jarang beredar. Tapi kalo jarang ditengok, dia akan berdebu dan banyak hantunya. Sesekali aku mampir dan menuliskan sesuatu yang nggak penting dan nggak mutu, just to keep it alive. Today i drop by to say hi to my lil house. Hi, how do u do, sorry for not stopping by for such a long time. Do not mean to do that. It's just sometimes my brain doesn't work as it supposed to be.
Spontaneously written
Bulan Juni tahun ini umurku akan menjadi duapuluh delapan tahun. Aku merasa sangat tak berdaya. Terutama karena aku merasa tidak maksimal menjalankan peranku sebagai seorang manusia yang berjalan di bumi. Dalam jangka waktu duapuluh delapan tahun, apa yang sudah aku perbuat untuk society. Tidak ada. Seharusnya aku bisa lebih bermanfaat dengan waktuku yang sangat longgar. Seharusnya aku bisa. Tapi kemalasan, kekurang kuatan niat, keterperangkapan diriku dalam hijab pikiran membuatku tidak mau bangkit dan bergerak. Padahal muslim yang paling baik adalah muslim yang paling banyak manfaatnya untuk umat. Dan muslim yang baik harus dinamis dan tidak statis. Muslim yang baik adalah muslim yang menghasilkan. Allah senang mereka yang meletakkan tangannya di atas, bukan di bawah.
Aku terlalu terbuai dalam zona kemapanan. Dengan tidak bergerak pun aku sudah dikelilingi kenikmatan dan kemudahan. Jadi buat apa mencari. Ilmuku terkurung. Tak berkembang. Otak kanan dan otak kiriku serasa lumpuh. Kurang dioptimalkan. Aku merasa sangat stagnan, sangat jalan di tempat. Yang aku butuhkan adalah pencerahan. Dan pencerahan pun harus dijemput. Dia tidak datang sendiri. Rabb ku. Zat yang Maha Sempurna. Maha memberi petunjuk. Aku sedang memperbaiki diri sedikit demi sedikit. Mencuri perhatianMu dengan hal-hal yang Kau suka. Dengan itu aku mengharap hidayah dan petunjuk. Apa yang harus kulakukan di umurku yang sudah renta ini..Apakah menurutMu aku sudah cukup bermanfaat untuk suamiku, untuk anakku, untuk keluargaku dan untuk lingkungan. Apakah aku sudah bermanfaat untuk masyarakat? Apa yang sudah aku beri?
Aku terlalu terbuai dalam zona kemapanan. Dengan tidak bergerak pun aku sudah dikelilingi kenikmatan dan kemudahan. Jadi buat apa mencari. Ilmuku terkurung. Tak berkembang. Otak kanan dan otak kiriku serasa lumpuh. Kurang dioptimalkan. Aku merasa sangat stagnan, sangat jalan di tempat. Yang aku butuhkan adalah pencerahan. Dan pencerahan pun harus dijemput. Dia tidak datang sendiri. Rabb ku. Zat yang Maha Sempurna. Maha memberi petunjuk. Aku sedang memperbaiki diri sedikit demi sedikit. Mencuri perhatianMu dengan hal-hal yang Kau suka. Dengan itu aku mengharap hidayah dan petunjuk. Apa yang harus kulakukan di umurku yang sudah renta ini..Apakah menurutMu aku sudah cukup bermanfaat untuk suamiku, untuk anakku, untuk keluargaku dan untuk lingkungan. Apakah aku sudah bermanfaat untuk masyarakat? Apa yang sudah aku beri?
Where have I been
Kemana perginya ide-ide yang biasanya berloncatan di otakku seperti butiran jagung yang meledak-ledak masak kemudian menjadi popcorn? Kemana perginya keinginan menulisku yang langsung membuncah ingin keluar ketika melihat kertas putih yang kosong. Kemana larinya kalimat-kalimat itu yang berbaris rapi menunggu dengan tak sabar ingin muntah dari otakku. Oh, bagaimana ini. Otakku jadi berubah. Sel-sel di dalamnya tidak lagi cenderung untuk menulis. Aku takuuuuuuttt…
Langganan:
Postingan (Atom)