Dilahirkan di Surabaya pada tanggal 28 Juni 1953 subuh menjelang pagi. Ayahnya bernama M. Soeharto, seorang pekerja keras di sebuah perusahaan di Surabaya. Memegang pembukuan. Beliau dikisahkan sebagai seorang pria yang selalu rapi, dandy, dan harum. Sangat modis dan senang membeli baju-baju untuk dipakai kerja. Beliau sangat memperhatikan penampilan. Ibunya bernama Sukastin, seorang ibu rumah tangga biasa nan sederhana yang gemar dan pintar memasak. Konon pada saat mengandung janin Titik, Ibundanya pernah ngidam memegang kepalanya warga tionghoa. Jadilah si bayi Titik terlahir dengan rupa mirip orang Cina. Malah sempat dipanggil “singkek” oleh seisi keluarga.
Titik merupakan anak ke empat dari tujuh bersaudara. Saudara-saudaranya mulai dari yang tua hingga yang paling muda adalah sebagai berikut : Nur Aini Muhartin (almarhumah), Nur Ahmadi, Nur Herminiati, Nurtitik Yuniartin, Nur Sri Hartini, Nur Sri Astuti, Nur Heri Santoso.
Bila dicermati, semua nama anak memakai kata Nur. Nur sendiri artinya cahaya. Pak Suharto dan Bu Sukastin menyematkan doa dan harapan di setiap nama keturunan-keturunannya, agar bisa menjadi cahaya di dalam keluarga mereka masing-masing.
Masa kecil Titik dihabiskan di Surabaya. Pada tahun 1956-1959, Titik terdaftar sebagai murid di TK Pertiwi jalan Bawean. Kemandirian Titik sudah tampak bahkan di usia semuda ini. Ia kerap berjalan kaki ke sekolah.
Tahun 1959-1965 Titik kemudian masuk SD Katolik Mojopahit di jalan Mojopahit Surabaya. Ketika SD Titik senang sekali menyanyi. Oleh karena itu ia menjadi murid kesayangan Ibu Lilik yang memegang mata pelajaran Kesenian. Karena kedekatan mereka, Titik malah sempat dijadikan mak comblang untuk urusan kirim-mengirim surat cinta antara Bu Lilik dan Pak Guru lain.
Prestasi di sekolah cenderung biasa dan tidak istimewa. Titik kecil harus berjalan kaki dari rumah ke sekolah yang jaraknya sangat jauh. Karena itu pula ia sering telat. Karena SD Katolik menerapkan disiplin tinggi maka mereka yang terlambat sering diganjar dengan hukuman nyapu halaman. Kelelahan fisik inilah yang membuat Titik kecil ogah-ogahan sekolah dan kerap kelelahan. Nilai 4 terkadang menghiasi raport Titik.
Tahun 1965-1966 Titik memilih SMP Joyoboyo sebagai sekolah lanjutannya. Karena merasa jauh, tahun 1966-1968 kemudian Titik pindah ke SMP Ganesha yang berada di dekat rumah. Di sekolah inilah Titik mengukir banyak prestasi. Salah satunya, di kelas 2 SMP, sempat mengikuti PORSENI cabang olahraga badminton, walaupun kemudian harus dikalahkan Megawati (yang notabene adalah adik dari pebulu tangkis nasional Rudi Hartono).
Karena kecintaannya pada bulu tangkis pulalah Titik kerap diajak untuk ikut latihan di kantor ayahnya. Di SMP, Titik juga sangat jago Matematika. Ia kerap menjadi problem solver bagi teman-temannya manakala sudah buntu menyelesaikan satu soal aljabar dan ilmu ukur. Rumahnya di Bagong Ginayan kerap jadi basecamp anak-anak untuk belajar bersama.
Tahun 1968-1971, Titik melanjutkan sekolahnya di SMEA. Ia memilih SMEA Tumapel di jalan Tumapel. Pilihannya ini sempat disayangkan oleh kepala sekolahnya semasa di SMP, karena Titik dinilai pantas untuk duduk di SMA Negeri. Tapi Titik remaja punya alasan sendiri mengapa ia kemudian harus masuk di SMEA swasta itu. Saudara perempuan yang seharusnya mendaftarkannya di SMA Negeri lalai akibat asyik memadu kasih dengan pujaan hati, akibatnya hingga waktu pendaftaran ulang masuk SMA, Titik belum juga didaftarkan.
Pada tahun yang sama, tahun 1971, Titik bersentuhan dengan dunia kerjanya yang pertama. Ceritanya berawal ketika Titik duduk di kelas 1 SMEA. Perusahaan tempat ayah Titik bekerja mengadakan pertandingan bulu tangkis. Titik yang jago, diikutsertakan oleh sang ayahanda untuk membela nama perusahaan. Semenjak itulah, berturut-turut selama tiga tahun, Titik remaja menjadi juara umum tingkat perusahaan di Surabaya. Pada suatu hari, ketika ada peninjauan oleh panitia penyelenggara lomba, sang pimpinan meminta kesediaan ayah Titik agar anaknya sudi bekerja sebagai tenaga part time di perusahaan itu. Di tahun 1971 itulah Titik resmi bergabung di PT Sariagung yang bergerak di penjualan alat tulis kantor dan buku.
Pada tahun 1975-1978 Titik kemudian bekerja di PT Banyumas. Sebuah perusahaan yang bergerak di bidang kontraktor.
Pada 1978, ia dan suami hijrah ke Balikpapan walaupun hanya sebentar untuk kemudian kembali ke Malang. Kemudian pada tahun 1979, ia kembali ke Balikpapan dan masuk ke PT Trakindo Utama. Masa kerjanya di Balikpapan berkisar antara tahun 1979 hingga 1995. Tahun 1995 hingga Juni 2008 ia menghabiskan masa tugasnya di Samarinda. Kini,
setelah hampir 29 tahun mengabdi pada korporatokrasi asing (meminjam istilah Amien Rais) bernama Trakindo, ia bisa beristirahat dengan tenang dengan datangnya masa pensiun. Titik adalah seorang nenek yang baik dan hangat dari 2 orang cucu. Ia dan suami berencana menikmati masa tuanya di Malang.
Titik merupakan anak ke empat dari tujuh bersaudara. Saudara-saudaranya mulai dari yang tua hingga yang paling muda adalah sebagai berikut : Nur Aini Muhartin (almarhumah), Nur Ahmadi, Nur Herminiati, Nurtitik Yuniartin, Nur Sri Hartini, Nur Sri Astuti, Nur Heri Santoso.
Bila dicermati, semua nama anak memakai kata Nur. Nur sendiri artinya cahaya. Pak Suharto dan Bu Sukastin menyematkan doa dan harapan di setiap nama keturunan-keturunannya, agar bisa menjadi cahaya di dalam keluarga mereka masing-masing.
Masa kecil Titik dihabiskan di Surabaya. Pada tahun 1956-1959, Titik terdaftar sebagai murid di TK Pertiwi jalan Bawean. Kemandirian Titik sudah tampak bahkan di usia semuda ini. Ia kerap berjalan kaki ke sekolah.
Tahun 1959-1965 Titik kemudian masuk SD Katolik Mojopahit di jalan Mojopahit Surabaya. Ketika SD Titik senang sekali menyanyi. Oleh karena itu ia menjadi murid kesayangan Ibu Lilik yang memegang mata pelajaran Kesenian. Karena kedekatan mereka, Titik malah sempat dijadikan mak comblang untuk urusan kirim-mengirim surat cinta antara Bu Lilik dan Pak Guru lain.
Prestasi di sekolah cenderung biasa dan tidak istimewa. Titik kecil harus berjalan kaki dari rumah ke sekolah yang jaraknya sangat jauh. Karena itu pula ia sering telat. Karena SD Katolik menerapkan disiplin tinggi maka mereka yang terlambat sering diganjar dengan hukuman nyapu halaman. Kelelahan fisik inilah yang membuat Titik kecil ogah-ogahan sekolah dan kerap kelelahan. Nilai 4 terkadang menghiasi raport Titik.
Tahun 1965-1966 Titik memilih SMP Joyoboyo sebagai sekolah lanjutannya. Karena merasa jauh, tahun 1966-1968 kemudian Titik pindah ke SMP Ganesha yang berada di dekat rumah. Di sekolah inilah Titik mengukir banyak prestasi. Salah satunya, di kelas 2 SMP, sempat mengikuti PORSENI cabang olahraga badminton, walaupun kemudian harus dikalahkan Megawati (yang notabene adalah adik dari pebulu tangkis nasional Rudi Hartono).
Karena kecintaannya pada bulu tangkis pulalah Titik kerap diajak untuk ikut latihan di kantor ayahnya. Di SMP, Titik juga sangat jago Matematika. Ia kerap menjadi problem solver bagi teman-temannya manakala sudah buntu menyelesaikan satu soal aljabar dan ilmu ukur. Rumahnya di Bagong Ginayan kerap jadi basecamp anak-anak untuk belajar bersama.
Tahun 1968-1971, Titik melanjutkan sekolahnya di SMEA. Ia memilih SMEA Tumapel di jalan Tumapel. Pilihannya ini sempat disayangkan oleh kepala sekolahnya semasa di SMP, karena Titik dinilai pantas untuk duduk di SMA Negeri. Tapi Titik remaja punya alasan sendiri mengapa ia kemudian harus masuk di SMEA swasta itu. Saudara perempuan yang seharusnya mendaftarkannya di SMA Negeri lalai akibat asyik memadu kasih dengan pujaan hati, akibatnya hingga waktu pendaftaran ulang masuk SMA, Titik belum juga didaftarkan.
Pada tahun yang sama, tahun 1971, Titik bersentuhan dengan dunia kerjanya yang pertama. Ceritanya berawal ketika Titik duduk di kelas 1 SMEA. Perusahaan tempat ayah Titik bekerja mengadakan pertandingan bulu tangkis. Titik yang jago, diikutsertakan oleh sang ayahanda untuk membela nama perusahaan. Semenjak itulah, berturut-turut selama tiga tahun, Titik remaja menjadi juara umum tingkat perusahaan di Surabaya. Pada suatu hari, ketika ada peninjauan oleh panitia penyelenggara lomba, sang pimpinan meminta kesediaan ayah Titik agar anaknya sudi bekerja sebagai tenaga part time di perusahaan itu. Di tahun 1971 itulah Titik resmi bergabung di PT Sariagung yang bergerak di penjualan alat tulis kantor dan buku.
Pada tahun 1975-1978 Titik kemudian bekerja di PT Banyumas. Sebuah perusahaan yang bergerak di bidang kontraktor.
Pada 1978, ia dan suami hijrah ke Balikpapan walaupun hanya sebentar untuk kemudian kembali ke Malang. Kemudian pada tahun 1979, ia kembali ke Balikpapan dan masuk ke PT Trakindo Utama. Masa kerjanya di Balikpapan berkisar antara tahun 1979 hingga 1995. Tahun 1995 hingga Juni 2008 ia menghabiskan masa tugasnya di Samarinda. Kini,
setelah hampir 29 tahun mengabdi pada korporatokrasi asing (meminjam istilah Amien Rais) bernama Trakindo, ia bisa beristirahat dengan tenang dengan datangnya masa pensiun. Titik adalah seorang nenek yang baik dan hangat dari 2 orang cucu. Ia dan suami berencana menikmati masa tuanya di Malang.
0 comments:
Posting Komentar